Sebuah perjanjian dapat dibatalkan menurut hukum perdata Indonesia (BW atau Bürgerlijk Wetboek) dalam beberapa kondisi tertentu, di antaranya :
1. Kesalahan. Jika salah satu atau kedua belah pihak membuat kesalahan dalam perjanjian, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan jika kesalahan tersebut cukup material dan berpengaruh terhadap keputusan untuk melakukan perjanjian.
2. Kekeliruan. Jika terjadi kesalahpahaman antara kedua belah pihak dalam membuat perjanjian, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
3. Tipu muslihat. Jika salah satu belah pihak menggunakan tipu muslihat atau melakukan penipuan dalam perjanjian, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
4. Kekurangan kapasitas hukum. Jika salah satu belah pihak tidak memenuhi syarat kapasitas hukum untuk membuat perjanjian (misalnya masih di bawah umur atau dalam keadaan yang tidak sadar), maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
5. Kebijaksanaan hakim. Hakim dapat membatalkan sebuah perjanjian jika perjanjian tersebut dianggap melanggar ketentuan undang-undang atau kesusilaan.
Selain kondisi-kondisi yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat pula beberapa kondisi lain yang dapat menyebabkan sebuah perjanjian dapat dibatalkan menurut hukum perdata BW, yaitu:
6. Kekurangan persetujuan. Jika persetujuan dalam perjanjian tidak diberikan dengan kesadaran atau kehendak yang bebas, atau terjadi tekanan, ancaman atau paksaan yang merugikan salah satu pihak dalam perjanjian, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
7. Kehilangan objek. Jika objek dalam perjanjian tidak dapat diwujudkan atau hilang sebelum perjanjian dilaksanakan, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Melanggar ketentuan undang-undang: Jika perjanjian melanggar ketentuan undang-undang, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
8. Harga yang tidak wajar. Jika harga dalam perjanjian dianggap tidak wajar atau tidak sesuai dengan nilai pasar yang seharusnya, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Dalam hal terjadi pembatalan perjanjian, maka perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada dan kedua belah pihak harus mengembalikan apa yang telah diterima dalam rangka pelaksanaan perjanjian tersebut. Proses pembatalan perjanjian dapat dilakukan melalui proses hukum yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Semoga bermanfaat. Salam..